01 Januari 2021

Saat Harus Mendampingi Anakku Operasi Bedah

Tags

anakku dioperasi


Dua bulan yang lalu, tiba-tiba saya menyadari satu hal yang selama ini kupikir biasa saja, tapi ternyata saat mengalami sendiri, rasanya sungguh luar biasa. Tentang pertolongan Tuhan di saat yang tepat ketika seorang manusia sedang berjuang menyelamatkan sebuah nyawa.

Ya. Tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Ibarat jaring laba-laba raksasa, kehidupan ini saling terhubung antara satu dengan yang lainnya. Karena itulah, selain disebut juga makhluk pribadi yang harus memiliki kehidupan sendiri, manusia juga disebut sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam pemenuhan kebutuhannya.


Di Rumah Sakit Pagi Itu

Hari itu hari Senin, saya dan suami baru saja sampai di RSU Ashari Pemalang untuk memeriksakan si Sulung yang mengalami benjolan serius di bagian kepala. Kami berjalan menuju bagian pendaftaran. Belum sampai di depan pintu utma, seorang Bapak warga satu kampung tiba-tiba datang tergopoh-gopoh. Ekspresi wajahnya terlihat senang dan letih di waktu yang sama. Namanya Casmadi, atau biasa kami sapa Man Casmadi.

"Pak Bagus, Pak Bagus, alhamdulillah panggih jenengan teng mriki", kata Man Casmadi pada suami. (bahasa Jawa: Pak Bagus, alhamdulillah bertemu Bapak di sini).

Suami pun melipir ke lobi rumah sakit untuk berbincang dengan Man Casmadi, sementara saya langsung menuju mesin pengambilan nomor antrian untuk mendaftarkan si Sulung. Kami berdua duduk menunggu giliran pemanggilan sesuai nomor. Lumayan lama kami menunggu karena pasien hari itu membludak setelah rumah sakit tutup 4 hari libur Maulid nabi.

Sesaat sebelum nomor antrian kami dipanggil, suami masuk dan ikut duduk di kursi tunggu.

"Istri Man Casmadi dirawat di sini lagi kritis. Dia butuh 2 kantong darah golongan B sekarang juga, tapi stok di PMI kosong. Cari pendonor orang Cikadu tapi tidak ada yang bisa dihubungi."

Saya mengangguk mengerti. Sejak pagi memang di kampung mati listrik akibat banyak pohon tumbang menimpa kabel jaringan setelah angin menyertai hujan lebat seharian kemarin. Pasti pemancar sinyal di sana pun mati karena tak ada generator cadangan. Pantas saja tidak ada orang yang bisa dihubungi.

Tiba giliran kami dipanggil ke bagian pendaftaran dan registrasi, tapi suami pamit, "Aku tinggal dulu ya, mau cari teman sekitar Pemalang barangkali ada yang bisa mendonorkan darah B."

Saya mengangguk. Tak apalah, untuk mengurus pendaftaran si Sulung saya bisa sendiri. Jika tak tahu alur dan prosedur lain atau tak tahu letak poliklinik yang dituju, toh saya bisa bertanya pada petugas, pikir saya. 

Sampai saya dan si Sulung selesai registrasi dan mengantri yang kedua kali di ruang tunggu poli bedah, suami saya Mas Jo tidak ikut mendampingi. Beliau terlihat sibuk menelepon ke sana kemari, lalu berjalan mondar mandir keluar halaman Rumah Sakit.


Anakku Harus Dioperasi


Berjam-jam mengantri, akhirnya si Sulung mendapat giliran diperiksa dokter spesialis bedah yang menjadi rujukan oleh dokter umum di Puskesmas tempat fasilitas kesehatan I di kampung. Seperti sudah saya tulis sebelumnya, anak saya yang sulung mengalami benjolan yang tak kunjung sembuh di bagian kepala dan harus mendapat penanganan lebih lanjut.

Menurut dokter spesialis yang memeriksa, dr. Kun, si Sulung harus segera menjalani operasi bedah dan dirawat inap hari itu juga. Si Sulung sudah kami persiapkan sebelum berangkat dari rumah, bahwa mungkin ia harus dioperasi untuk diangkat jaringan yang membentuk benjolan di kepalanya sebelum menjadi makin besar dan parah.

Meski sudah kami persiapkan mentalnya, mendengar kata 'operasi' diucapkan dokter, si Sulung tetap saja tak bisa menahan rasa sedih. Ia takut, tentu saja. Saya juga takut membayangkan anak sekecil itu harus dioperasi di kepala bagian belakang, bagian paling rawan dari seluruh organ.

Saya takut, tapi berusaha menenangkan si Sulung bahwa semua akan baik-baik saja. Dokter yang akan mengoperasi sudah ahli dan terlatih. Dalam hati saya pun khawatir, bagaimana jika terjadi 'kecelakaan' dalam proses operasinya nanti? Bagaimana jika ada pendarahan dalam tempurung kepala pasca operasi? Ah, jujur hati ini amat khawatir.


Menjadi Perantara Pertolongan di Saat yang Tepat


Kami pun kembali menunggu hingga pihak rumah sakit mendapatkan kamar yang sesuai dengan fasilitas asuransi kesehatan yang kami miliki, yaitu kamar inap kelas 2.

Hari beranjak sore. Saat masih menunggu kamar ini, suami datang dengan wajah lega.

"Alhamdulillah, sudah ada teman yang bisa mendonor untuk istri Man Casmadi. Ada 4 orang, yang 2 ternyata nggak bisa donor karena belum ada 3 bulan lalu donor darah."

Alhamdulillah. Saya pun ikut menarik napas lega. Menurut Mas Jo 2 orang pendonor ini teman aktifnya di kegiatan-kegiatan Banser Cabang Pemalang.

"Memangnya sakit apa, kok harus transfusi darah?" tanyaku.

"Ginjalnya sudah parah. Komplikasi juga. Semalam dibawa ke sini sudah dalam keadaan parah dan muntah darah."

"Innalillahi..., ya Alloh. Mudah-mudahan segera lewat masa kritisnya."

Ah, saya juga sedang bersiap mendampingi anak menuju meja operasi, tapi jika dibandingkan penyakit berat lain, sakit anakku jauh lebih ringan.

Alhamdulillah, untung Man Casmadi pagi tadi segera bertemu dengan Mas Jo. Untung Mas Jo banyak berteman dengan kawan-kawan Banser daerah sekitar Pemalang. Untung ada teman Mas Jo yang suka rela mau mendonorkan darahnya agar istri Man Casmadi terselamatkan. Entah mengapa ada hangat yang menyusup dalam hati. 


Tak ada yang kebetulan di dunia ini.


Si Sulung sebenarnya sudah dirujuk ke RS ini seminggu yang lalu, tapi Mas Jo baru bisa mengantar hari ini dan kondisi kesehatan saya yang mengalami morning sickness parah baru memungkinkan untuk bepergian jauh. Entah bagaimana Tuhan mengatur kami untuk datang ke RS hari ini dan bukan minggu lalu. Tepat di saat ada warga kampung kami yang sedang kebingungan mencari darah untuk istrinya yang kritis!

Sungguh semua kuasa Tuhan, bukan karena Mas Jo sampai kemudian istri Man Casmadi tertolong. Tapi ternyata, menjadi jalan bagi datangnya pertolongan bagi orang yang benar-benar membutuhkan itu rasa bahagianya tak terlukiskan.

Saya membayangkan Man Casmadi, warga sederhana yang sehari-hari hanya mengenal jalan setapak di kampungnya, kebingungan sendirian, mencari 2 kantung darah di belantara Kota Pemalang. Tanpa saudara, tanpa kenalan, tak tahu harus meminta bantuan pada siapa. Keluarga di kampung dihubungi pun tak bisa, sedangkan darah untuk menyelamatkan nyawa istri harus ia dapatkan pagi itu juga!

Bagaimana jika itu terjadi pada saya? Bertemu dengan seseorang yang bisa menjadi jalan datangnya pertolongan tentulah sebuah keberuntungan.

Si Sulung masih harus melakukan tes darah dan foto rontgen untuk memastikan jenis penyakitnya sebelum operasi pengangkatan dilakukan. Malam itu ketika akhirnya kami menginap di kamar khusus pasien bedah, saya berdoa, semoga dengan kami menjadi jalan kemudahan urusan orang lain mendapatkan pertolongan, urusan kami pun akan dimudahkan pula oleh Tuhan.

Semoga hasil tes darah dan rontgen si Sulung besok tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semoga jenis jaringan di kepala si Sulung bukan tumor atau kanker ganas yang membahayakan nyawa. Semoga operasi anak kami berjalan lancar dan bisa segera sembuh seperti sedia kala.

Semoga pertolongan Tuhan dekat dengan kami, keluarga Man Casmadi, dan kita semua, dan kemudahan datang dari arah mana saja. Aamiin.***


Blog tentang kecantikan, make up, fesyen, mode, dan budaya

1 komentar:

  1. Dear mbak Laksmi, semoga tetap terus tabah dan kuat dalam menjalani hari dan menemani kakak Sulung. Sedih saya baca ini mbak. Namun saya menantikan kelanjutan cerita pengobatan anak Sulung mbak Laksmi. Semoga sekarang anak Sulung, mbak Laksmi sekeluarga sehat semua. Aamiin..

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung. Ditunggu tanggapan dan komentarnya ya.