08 Juni 2019

Presiden Tak Kenakan Batik Parang Di Keraton Yogyakarta

Tags

Ada yang menarik dalam kunjungan silaturahim Pak Presiden kali ini. Ya. Pak Presiden tidak mengenakan batik parang dalam acara di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. 

Yang sebenarnya, jaman sekarang ini, pembicaraan mengenai apapun yang dikenakan orang-orang terkenal di negeri ini, selalu menjadi hal menarik. Termasuk oleh Pak Presiden.
 
Sering mengenakan kemeja batik dalam berbagai acara, pada acara ini Pak Jokowi pun mengenakan kemeja batik. Namun bukan batik parang.
 
Batik parang memang termasuk batik larangan yang hanya boleh dikenakan oleh raja / para sentana di dalam kompleks keraton. Dalam hal ini, Pak Jokowi menghormati adab meski beliau menjabat sebagai presiden.
 
Penetapan larangan motif parang tertuang sejak dulu, yaitu tahun 1927 pada masa pemerintahan HB VIII. Penetapannya masuk dalam Rijksblad van Djokjakarta dan masuk dalam hukum formal.
 
Acara yang diadakan pada hari Jumat, 7 Juni 2019 ini disambut langsung oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X dan keluarga besar keraton.

Dalam akun media sosialnya, Bima W menggarisbawahi tiga batik yang terlihat dalam foto kunjungan dan silaturahim ini.
 

1. Pak Jokowi


Terlihat dalam gambar Pak Jokowi mengenakan motif Sawunggaling. Batik Sawunggaling sempat viral beberapa hari lalu karena dipakai sebagai penutup jenazah Bu Ani Yudhoyono dan dipakai sebagai seragaman keluarga Pak SBY.

Batik Sawunggaling merupakan motif batik daerah pesisir dengan ciri khasnya burung phoenix, percampuran budaya Tionghoa-Jawa. Versi lain mengatakan unggas dalam batik sawunggaling sebenarnya adalah ayam jago dan bukan burung phoenix.

Makna burung phoenix menggambarkan perantara jenazah menuju syurga.

Selain versi motif berciri ikon burung terstilisasi itu diadopsi dari phoenix dalam kultur Tionghoa, makna Sawunggaling dalam versi Jawa yang merujuk pada ayam jago, juga merujuk pada legenda Sawunggaling khas Jawa Timur, khususnya Surabaya.

Hasil pencarian dari m.liputan6.com, disebutkan bahwa dalam buku "Batik dan Membatik" karya Chandra Irawan Soekanto, batik Sawunggaling menggambarkan pertarungan dua burung Gurda. Gurda berasal dari kata Garuda.

Dalam cerita-cerita rakyat Indonesia, burung Garuda adalah burung yang sangat kuasa dan kuat dan dapat mengalahkan manusia. Dengan begitu, motif Gurda ini menggambarkan kegagahan dan keberanian.

Dalam buku Jawa Sejati: Sebuah Otobiografi Go Tik Swan Hardjonagoro karya Rustopo, Sawunggaling diketahui adalah nama tokoh heroik dalam cerita rakyat Jawa Timur. Ia dikenal sebagai pembela rakyat jelata memerangi penjajah Belanda.

Motif Sawunggaling karya Go Tik Swan termasuk motif baru dalam periodisasi batik. Namun bisa ditafsirkan multitafsir perihal unggas dalam motifnya. Ikon binatang seperti burung, ikan, udang, dll, yang berukuran besar agaknya dahulu dikhususkan pula untuk dikenakan raja dan keluarganya dalam suasana non formal.

2. Sri Sultan Hamengkubuwono X


Sultan Ngayogyakarta dalam acara ini mengenakan batik parang pada bagian atas yang dikombinasi motif batiknya. Sangat pas dikenakan oleh raja dalam suasana non formal.

3. Mantu dalem yang pertama 

 

(sebelah kiri - mengenakan kacamata) terlihat menggunakan motif batik parang rusak. Hal ini tidak melanggar norma adab batik keraton.


 
kunjungan presiden ke keraton Yogya H+3 lebaran, 7 Juni 2019








presiden saat upacara Hari Pancasila 1 Juni 2019 kenakan batik parang
Keluarga Pak SBY tanpa Bu Ani, gunakan seragam motif Sawunggaling

Perihal motif batik, Pak Jokowi mengenakan batik motif parang besar saat upacara Hari Pancasila 1 Juni 2019. Saat itu, beliau juga memakai Beskap Langenharjan.

Istilah Beskap diperkenalkan oleh Mangkunegara IV (1811-1881), yaitu mengubah rokkie (jas model barat) menjadi busana baru bercorak Jawa ketika dipadukan dengan batik.

Beskap diperkenalkan tahun 1871 saat MN IX menghadiri undangan PB IX di Pesanggrahan Langenharjo. Karena Beskap ini digunakan di Langenharjo, maka sebutan beskap ini adalah Beskap Langenharjan.

Kata beskap sendiri disarikan dari bahasa Belanda yaitu beschaafd yang artinya beradab.
Kata beskap mengindikasikan citra tinggi masyarakat kota yang membedakan dengan masyarakat desa yang dianggap lebih beradab (beschaafd). Itulah yang digambarkan masyarakat di perkotaan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.

salah satu buku referensi tentang batik

Demikian ulasan mengenai batik yang dikenakan oleh Pak Jokowi kali ini. 

Jelas, saya bukan ahli batik maupun budaya. Namun, tak ada salahnya saling sharing mengenai hal ini.

Jika bukan kita yang nguri-uri budaya adiluhung babad Jawa, maka siapa lagi? Kalau sudah diklaim negara tetangga, marah-marah. 

Biasanya begitu. Betul?

Blog tentang kecantikan, make up, fesyen, mode, dan budaya

4 komentar:

  1. Jadi, larangan menggunakan batik motif parang di keraton Yogyakarta itu tertuang di hukum tertulis? Baru tahu nih. Kirain negara-negara Eropa saja yang mengatur pakaian di hukum tertulisnya. (Hukum jaman dulu ya, kalau yang sekarang sih kayaknya sudah enggak digubris lagi.)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, tertuang dalam Rijksblad van Djokjakarta tahun 1927 pada masa HB VIII (1921-1939), dan sampai saat ini penggunaan batik larangan sangat ditekankan di keraton Yogya.

      Mungkin bukan tidak digubris, melainkan karena ketidaktahuan dan memang bukan warga Yogya, maka siapapun bisa menggunakan motif larangan tanpa memedulikan hukum tertulisnya.

      Jika ingin berkunjung ke Yogya, penting mengetahui hal ini agar tidak melanggar aturan daerah yang berlaku di sana.

      Hapus
    2. Iya... memang yang benar itu, tanya-tanya orang lokal dulu sebelum berbuat.

      Hapus
    3. Benar, Kak. Ibarat pepatah di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.

      Hapus

Terima kasih sudah berkunjung. Ditunggu tanggapan dan komentarnya ya.