30 Agustus 2019

Kami Masih (Di)selamat(kan)



Saya jelas bukan indigo. Bahkan saya termasuk penakut untuk hal-hal berbau horor. Namun, kejadian yang akan saya ceritakan ini membuat saya semakin yakin bahwa kita tak hidup sendiri di alam ini. Ada alam lain tak kasat mata yang harus kita imani keberadaannya.

Sebelum mulai bercerita, saya ingin memberitahu bahwa ini bukan cerita horor. Tak ada penampakan, jika itu adalah tolak ukur sebuah cerita horor. Ini hanya sebuah hikmah yang bisa kita jadikan pelajaran.

Suatu hari sekitar beberapa tahun lalu (saya lemah ingatan mengenai hari dan tanggal), saya hendak pergi berbelanja kain pesanan dari pelanggan. Karena belum berani mengendarai sepeda motor jarak jauh, maka saya mengajak teman perempuan, sebut saja Anggrek. Kebetulan dia pun hendak berbelanja barang dagangan di kota yang sama.

Saya pergi membonceng Anggrek ke Rdd, berangkat sekitar jam sepuluh siang. Belum sampai seperempat perjalanan, Anggrek mengeluh agak pusing. Dia sempat bertanya apakah saya bisa membawa motor di depan dan dia yang membonceng. Saya bilang, jika saya berani, pasti sudah pergi sendiri ke Rdd dan tak perlu mengajak dia. Karena ia terus mengeluh, saya mulai khawatir dengan kondisinya dan mengajak putar balik jika ia merasa tak sehat. Anggrek menolak. Menurutnya, ia mungkin hanya sedikit kembung karena belum sarapan sejak pagi.

Akhirnya kami sampai di Rdd. Sementara saya berbelanja kain, Anggrek pamit untuk mengisi perut. Kami janjian untuk bertemu dan pulang bersama jika urusan masing-masing sudah selesai.

Tak banyak belanjaan yang saya beli hari itu. Sekitar satu jam kemudian kami pun bertemu untuk pulang bersama. Lagi-lagi Anggrek mengeluh pusing dan kepala terasa berat. Sempat terpikir kami pulang dengan bis, lalu motor dititipkan dan diambil besok jika sudah kembali sehat. Tapi Anggrek menolak dan meyakinkan bahwa ia cukup kuat mengendarai sepeda motor. Kami pun pulang dengan posisi dia tetap menyetir di depan dan saya yang membonceng.

Saya bilang, "ya wis, bismillah saja, insya Alloh selamat sampai rumah."

Sepanjang perjalanan pulang saya mengajak Anggrek mengobrol untuk mengalihkan perhatian dari sakit kepala yang dideritanya. Meski lambat, kami sampai di rumah dengan selamat sekitar jam dua siang. Saya berpesan pada Anggrek untuk minum jamu tolak angin agar badan kembali segar.

Di rumah, saya dibuat terkejut mendengar cerita dari ibu. Jelang siang tadi, tak lama setelah saya pergi bersama Anggrek, ada kejadian naas di jalan raya dekat rumah. Seorang Bapak tewas tertabrak bis yang terparkir di pinggir jalan. Yang membuat saya merinding, bis itu kosong! Tidak ada sopir dan mesin dalam keadaan mati.

Siang itu hingga sore, berita meninggalnya Bapak tersebut menjadi bahan perbincangan hangat. Apalagi kejadian itu diwarnai keanehan-keanehan. Bagaimana menjelaskannya, bis kosong yang terparkir sejak pagi di pinggir jalan dalam keadaan mesin mati tiba-tiba bergerak melaju sendiri hingga menabrak si Bapak? Seperti ada 'sesuatu' yang mengendalikan bis tersebut.

Menurut cerita orang yang berada di tempat kejadian, hari itu si Bapak sudah beberapa kali hampir terserempet kendaraan yang lalu lalang. Beliau seolah tak memperhatikan keadaan jalan raya.

Saya yang siang itu tak berada di TKP ikut merasakan kesedihan mendalam keluarga besarnya. Mereka pasti tak menyangka hidup si Bapak akan berakhir tragis seperti ini.

Belum hilang rasa kaget tentang berita naas meninggalnya si Bapak tersebut, tiba-tiba terdengar kabar bahwa Anggrek tak sadarkan diri sepulang dari Rdd bersama saya tadi siang. Ia meracau dan seperti kerasukan. Orang pintar yang dipanggil untuk mengobati, menanyakan ke mana Anggrek pergi siang tadi. Ibunya menjawab Anggrek hanya pergi ke Rdd. Anggrek terus menerus meracau tak sadarkan diri. Di antara racauannya itu, ia menyinggung tentang penyebab meninggalnya si Bapak yang tertabrak bis. (saya skip racauan Anggrek dan tidak bisa menuliskannya untuk menghindari prasangka dan menyangkut nama orang yang kami kenal, wallohu a'lam).

Mendengar itu, jelang maghrib saya pergi untuk menjenguk Anggrek di rumah ibunya. Saya merasa bersalah karena mengajak Anggrek pergi ke Rdd dalam keadaan tidak fit. Sang Ibu mengatakan bahwa keadaan Anggrek sudah membaik dan sudah di bawa pulang ke rumahnya sendiri. Si Ibu yakin Anggrek hanya masuk angin dan kelelahan. Saya tak menanyakan lebih jauh meski tahu si ibu berusaha menutupi sesuatu. Setelah meminta maaf, saya pun pamit.

Malam itu, seseorang bercerita pada saya. Menurutnya ada pusaran kekuatan gaib yang melingkupi jalan raya tempat si Bapak tertabrak bis. Tertabraknya si Bapak, terjadi tepat sesaat setelah motor yang saya tumpangi bersama Anggrek melewati jalan tersebut pagi tadi. Pusaran kekuatan gaib itu 'terganggu' dan 'menempel' perjalanan saya dan Anggrek ke Rdd.

Seseorang itu berkata: "Untung yang mbonceng Anggrek ini sampeyan. Kekuatan 'penjaga' sampeyan lebih besar daripada makhluk itu. Jika bukan sampeyan, mungkin Anggrek tak akan selamat sampai ke rumah. Jangankan mengendarai motor, melihat saja mungkin tak mampu." Mendengar itu, saya kembali merinding. Saya sangat bersyukur kami masih (di)selamat(kan) sampai rumah.

Karena sudah menyebabkan hilangnya nyawa, sopir bis sempat ditahan pihak berwajib. Tapi tak lama sopir itu dibebaskan karena tidak terbukti ada faktor kelalaian manusia dalam insiden tersebut.

Dari kejadian hari itu saya menarik beberapa kesimpulan:
  • Kita memang hidup berdampingan dengan makhluk ciptaan Tuhan lain yang berbeda alam.
  • Kematian adalah pasti, namun penuh misteri. Kapan, di mana, dan bagaimana cara manusia akan meninggal, tak ada yang dapat menebaknya.
  • Kita harus senantiasa berdoa dalam keadaan apapun. Memohon perlindungan, kesehatan, diselamatkan dari musibah. 
  • Doa adalah kekuatan. 
  • "Bismillahi tawakkaltu 'alalloh. Laa haula walaaquwwata illaa billaah" adalah ikrar kepasrahan kita pada kuasa Alloh. Tak ada daya dan kekuatan kecuali atas izin Alloh.

Terlepas dari benar adanya 'penjaga' manusia atau tidak, kejadian ini tetap menjadi misteri. Keluarga korban pun sudah mengikhlaskan kepergian si Bapak, apapun yang melatarbelakangi kejadian itu. Saya pun bersyukur masih diselamatkan dari gangguan makhluk halus. 

Manusia memang dijaga olehNya setiap saat. Ada malaikat Roqib dan Atid yang ditugasi mengawasi setiap perbuatan manusia. Memercayai adanya makhluk dunia lain bukan berarti mengagungkan kekuatan mereka. Mereka adalah makhluk ciptaan Tuhan pula, sama seperti kita manusia.

Benar kata Nur dalam cerita KKN Desa Penari, kita harus bisa menjaga sikap dan saling menghormati antar sesama mahkluk ciptaan Tuhan.

Terima kasih bagi yang sudah membaca tulisan ini. Tanpa bermaksud membuka 'luka' pihak keluarga, cerita ini saya tulis sebagai pembelajaran kita semua.***

*Mohon maaf, saya tidak akan menjawab pertanyaan mengenai identitas orang-orang yang tertera dalam tulisan ini.

Blog tentang kecantikan, make up, fesyen, mode, dan budaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung. Ditunggu tanggapan dan komentarnya ya.