19 Maret 2020

Drama di Balik Pesanan Gaun Pengantin Pertama

Selalu ada yang pertama saat mengawali segala sesuatu. Biasanya, apa-apa yang pertama itu berkesan mendalam. Cinta pertama, ciuman pertama (eh!), malam pertama (ehe!), dll, memberi kesan tak terlupakan.

Biasanya yang pertama itu selalu excited tapi malu-malu, ragu, belum berpengalaman, kadang salah-salah sedikit. Ya ... namanya juga sambil belajar ya kan?

Makanya saya sering mengabadikan momen pertama lewat tulisan. Saya pernah menulis tentang piala pertama menang lomba merangkai hantaran uang.

Dari piala pertama itu menyusul piala lomba make up wedding, juga yang pertama.

Ada juga tulisan tentang kokedama pertama yang pernah saya bikin.

Dan ada tulisan pertama di blog ini yang belum saya hapus sampai sekarang. Haha!

Kali ini saya ingin berbagi pengalaman tentang gaun pengantin pertama yang saya buat.

Meski sudah terjun di dunia jahit menjahit dan mendesain baju sejak 2006, saya baru mulai berani membuat gaun pengantin pada tahun 2017. Butuh belasan tahun ternyata untuk membuat satu lompatan penting. Setidaknya penting buat saya, hehe ....


jahit gaun pengantin
gaun pengantin yang pertama saya buat

Awalnya ....


Saat itu saya mendapat job wedding lumayan besar (besar buat saya) dan lokasinya cukup jauh. Tak mau mengecewakan klien, saya mencari patner dan vendor terbaik yang bisa mendukung job saya ini.

Semua yang dimau oleh klien, saya cari sampai ke ujung dunia. (wkwkwk, lebay)

Klien satu ini memiliki ekspektasi dan selera tinggi. Saya pun menghubungi vendor yang sesuai. Baik dekorasi pelaminan, tenda, gaun pengantin, dll, saya usahakan persis seperti yang dimaui.

Waktu itu lokasi terdekat dengan rumah klien yang menurut saya bagus dan sesuai ekspektasi adalah dekorasi milik mbak Ungu. Kami mengobrol panjang lebar membicarakan kerja sama yang sesuai dengan permintaan klien. Singkat cerita, tercapailah kesepakatan harga.

Sebelum pulang, mba Ungu yang sudah tahu saya di rumah juga menjahit, memesan gaun pengantin untuk job-nya bulan depan. Saya mengamati model gaun yang dipesan cukup sederhana. Saya pun menyanggupi pesanan mba Ungu. Ini pesanan gaun pengantin pertama. Saya berjanji dalam hati tidak akan mengecewakan pemesan.

Ternyata, kerja sama saya dengan Mba Ungu harus gagal karena klien wedding saya tak menyanggupi harga yang saya ajukan. Klien ini kemudian menetapkan harga standar yang biasa saya tangani, bukan yang mewah seperti ekspektasi semula.

Ya memang begitu kan, pesanan selalu disesuaikan harga. Jika semula klien ingin dekorasi yang mewah namun tak sanggup dengan harganya, ya mentok-mentoknya akhirnya ambil paket yang sedang saja. Saya memakai vendor dekorasi milik Mba Juji Limbangan yang harganya tak terlalu tinggi. Dekorasinya sudah cukup bagus untuk standar pemukiman pedesaan.


Kerjasama Job Gagal, Order Gaun Tetap Jalan


Balik ke pesanan gaun pengantin yang pertama saya buat, meski kerja sama WO dengan Mbak Ungu batal, tapi pesanan gaun tetap dilanjutkan.

Mba Ungu menyediakan kain jaguar dan bordir siap tempel untuk segera saya kerjakan. Namun, model gaun yang dibuat sangat berbeda dengan model yang sebelumnya. Mba Ungu justru mengirimkan gambar model baru, dua gaun sekaligus!

Cukup sederhana sebenarnya. Namun, karena tak seperti perkiraan saya sebelumnya, saya merasa ragu dengan pesanan gaun pertama ini.

Bagiamana jika mba Ungu kecewa? Bagaimana jika salah potong, hasil akhir tak sesuai ekspektasi? Bagaimana saya akan membuatnya, sedangkan saya pernah membuat gaun pengantin sebelumnya?

Kira-kira pertanyaan-pertanyaan inilah yang berkecamuk dalam otak.


Untung Ada Mas Iwan


Saat bimbang antara membatalkan pesanan atau lanjut dikerjakan, saya teringat dengan salah satu penjahit senior yang sudah lama malang melintang dalam hal pembuatan gaun pengantin dan gaun pesta. Namanya mas Iwan.

Rumah mas Iwan hanya berjarak sekitar sepuluh meter dari rumah saya. Namun, sehari-hari Mas Iwan bekerja di sebuah butik di Bandung.

Selama mengerjakan gaun pengantin pertama ini, saya tak putus berkonsultasi dengan mas Iwan melalui WA. Beliau baik sekali membagikan ilmunya secara cuma-cuma.

Ah, jika diingat-ingat, saya beruntung dipertemukan dan dikelilingi banyak sekali orang-orang baik yang mendukung pengembangan diri ini. Tanpa pamrih! Salah satunya sese-mastah yang mau membimbing saya nge-blog hingga saat ini setelah saya rayu-rayu di Facebook. (Hehe ... matur nuwun sanget mas suhu).


Drama Pun Dimulai ....


Setelah dua minggu mengerjakan pesanan gaun pengantin pertama ini, selesailah sudah kerja keras beberapa hari ini. Saya menghela napas lega begitu pesanan siap diantar.

Ternyata, meski gaun pengantin sudah sampai di tangan Mba Ungu, cerita belum berakhir. Ada sedikit drama yang membuntuti. (jeng jeng jeng ... backsound mencekam)

Saya yang begitu senang dan excited berhasil menyelesaikan gaun pengantin pertama ini dengan penuh perjuangan, mem-posting salah satu hasil karya tersebut di beranda Facebook. Selang beberapa menit, ternyata ada beberapa pesan masuk yang menginginkan gaun sejenis yang saya terima melalui inbox messenger.

Ada yang bertanya harga, ada yang bertanya butuh bahan berapa meter, ada juga yang langsung memesan. Saya makin semangat dong untuk berkarya lebih bagus lagi.


'Dilabrak' Mba Ungu


Selang satu jam sejak foto gaun mba Ungu saya unggah, saya dihubungi oleh mba Ungu malam-malam. Intinya, mba Ungu ingin saya menghapus foto gaunnya dari Facebook.

Saya pun meminta maaf karena memasang foto pesanannya tanpa izin. Mba Ungu memaafkan saya dan berterima kasih saya tak mengunggahnya lagi sampai ia izinkan. Foto itu lalu saya hapus selang satu jam sejak diunggah.

(Sejak saat ini saya sekarang selalu meminta izin jika ingin mengunggah hasil-hasil karya. Padahal karya sendiri, tapi karena sudah ada akad jual beli, jika pemiliknya tak berkenan maka tidak akan saya unggah).


Upah Tak Sesuai


Sampai dua minggu gaun itu sampai di tangan mba Ungu, saya belum menerima upah yang saya minta. Saya tak mau ngawur saja menetapkan ongkos jahit gaun pengantin. Lagi-lagi mas Iwanlah yang saya ajak berdiskusi mengenai masalah upah alias ongkos jahit.

Mas Iwan memberikan standar upah jahit yang biasa ia terima untuk membuat gaun seperti model yang saya buat. Tarifnya sangat tinggi menurut saya. Ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Tentu karena tingkat kerumitan dan ketelitian selama membuatnya itulah, yang membuat upah jahit gaun pengantin menjadi sangat mahal.

Karena saya tinggal di desa dan ini gaun pengantin pertama yang saya bikin, maka saya memberanikan diri meminta upah sepertiga dari harga tarif mas Iwan. Jika mas Iwan biasa menerima upah jahit gaun sebesar Rp 1.500.000,-, saya meminta upah Rp 500.000,- saja pada mba Ungu. Untuk dua gaun maka totalnya menjadi satu juta rupiah.

Tak seperti harapan, mbak Ungu keberatan dengan ongkos jahit yang saya minta. Menurutnya upah sebesar itu standar Jakarta.

Saya ngotot tak mau dibayar rendah. Menurut saya itu sudah sesuai dengan hasil jahitan saya yang halus. Dua minggu saya tak mengerjakan pesanan lain dan hanya mengerjakan gaun pengantin ini saja!

Seharusnya dua minggu yang saya lewatkan untuk mengerjakan pesanan lain itu sudah bisa menghasilkan uang sebanyak 2 juta lebih. Sekedar info, dalam satu hari, paling minim saya bersama asisten bisa mengerjakan dua potong pesanan dengan tarif paling rendah 150 ribu rupiah.

Mba Ungu rupanya menggunakan kelemahan saya untuk menekan harga. Menurutnya dengan saya memajang foto di fb, akan menurunkan standar bagi WO-nya yang elit. Job-job-nya semuanya adalah job besar. Ia tak mau ketahuan jika gaun yang dipakai pengantin-pengantinnya 'hanyalah' hasil karya penjahit kampung seperti saya. Itu kesan yang saya tangkap dari Mba Ungu.


Menyerah


Lelah berdebat dan mendengar berbagai argumen serta alasan mba Ungu yang tak mau memberi upah yang saya minta, saya pun menyerah. Terserah saya mau dikasih upah berapapun saya terima, saya bilang. Mba Ungu memberikan uang Rp 600.000,- untuk dua gaun yang saya kerjakan selama dua minggu. Saya menerima upah itu pasrah. Mungkin rizki saya memang segitu.


Pesanan Berikutnya


Selesai acara job wedding yang mengenakan gaun pengantin buatan saya itu, Mbak Ungu mengirimkan foto yang boleh saya unggah di fb. Kiriman foto itu disertai dengan pesanan gaun pengantin lain.

Saya tak langsung menolak pesanan Mba Ungu yang kedua ini. Saya hanya beralasan bahwa untuk dua bulan ke depan pesanan jahitan sudah penuh, jadi belum bisa menerima pesanan baru.

Katanya sih, Mba Ungu rela menunggu sampai dua bulan lagi. Namun, saya terlanjur kapok berurusan dengannya. Jadi saya menolak menghubunginya lagi.

Bagi saya, jika pemesan masih mau datang kedua kali pada saya, artinya karya saya memuaskan. Itu sudah cukup buat saya. Terlepas dari drama ini itu yang sempat mewarnai.

Tentu saja, Mbak Ungu balik pesan lagi, ya ... di mana lagi ada jahit halus gaun pengantin yang mau cuma dibayar 300 ribu?

Tahu jika saya menolak pesanan, salah satu teman saya mengatakan jika mba Ungu menjelek-jelekkan saya di depan teman arisan perias yang saya ikuti. Yah, setidaknya saya tahu, wajah cantik dan ramah di depan, belum tentu cantik dan ramah juga di belakang. Hehe ....


Itulah sekelumit cerita alias drama di balik pesanan gaun pengantin pertama saya. Oh ya, Mbak Ungu ini bukan nama sebenarnya ya. Jadi tak perlu baper.

Berkat pengalaman pesanan pertama ini, banyak pelajaran yang saya ambil. Seperti menetapkan harga upah di awal pesanan. Juga memberi pelajaran buat saya untuk berhati-hati dalam bekerja sama dengan berbagai macam karakter orang.

Dan terutama sekali, dari gaun pertama inilah, lahir gaun-gaun pengantin berikutnya yang akan saya tulis pada judul lain.***


pesanan pertama jahit gaun pengantin
gaun lain yang dipesan mbak Ungu warna abu-abu



Blog tentang kecantikan, make up, fesyen, mode, dan budaya

22 komentar:

  1. Jadi ikut kesel mb mba Ungu hehe.

    Insya Allah rezeki akan dari mana saja yah mba. Sukses terus dgn bisnisnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kesel tapi tetep bisa diambil hikmahnya.
      Aamiin doanya.
      sukses juga buat bang day

      Hapus
  2. Drama yg bikin saya ikut emosi. Kalau saya jadi Mbak, akan saya balikkan lagi saat tahu dia menjelekan mbak di acara arisan. Nih pesanan yg saya tolak makanya menjelekan saya kan? Sambil saya lempar kain ke arahnya. Hahaha...

    Btw saya punya keinginan jadi penjahit juga. Mesin jahit ada. Tapi kok bawaannya malas terus ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Penyakit semua orang itu mbak. Saya juga sering kumat. Kalau lagi malas ya sudah, jangan jahit. Lakukan aktifitas lain saja yang juga bermanfaat.

      Hapus
  3. Hal biasa, dalam berbisnis ada kalanya diluar praduga.
    Dan partner mintanya harga rendah, sudah menjadi kodrat jaman bahola.
    Wah menulisnya kayaknya dengan nada tinggi nih. Tampak sekali emosinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak kok. Malah sambil ketawa itu nulisnya. Ngga ada pake capslock kan. Hehe ...

      Hapus
  4. jatuh bangun dalam dunia usaha bikin kita jadi matang ya. Jadikan pengalaman aja ya mba hehee

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mba. Batu sandungan selalu ada, jadikan batu loncatan saja.

      Hapus
  5. Mbak..salut sekali sih baca ini. Multitalenta sekali dirimu. Selalu ada yang pertama dan pasti ada drama. Kalau enggak, enggak jadi pelajaran buat kita . Terus semangat berkarya ya. Ditunggu cerita gaun-gaun selanjutnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kalau ngga ada drama ngga akan jadi tulisan ini. ^.^

      Hapus
  6. Duhh ikut sedih jadinya, enggak menghargai banget karya seseoang ya. Semoga sekarang udah dapat ganti dari rejeki gaun pengantin yang lain

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah sudah diganti berlipat-lipat kali banyaknya, termasuk pelajaran dan pengalaman berharga yang tak ternilai dengan uang.

      Hapus
  7. Baju pengantin cuma dibayar Rp 300.000?
    Ngawur tuh, kemarin saya bayar ongkos jahit kebaya Rp 650.000. Padahal standard, tapi saya paham, jahit kebaya lebih repot
    Biarin aja dia ngomongin mbak, mbak Lasmi dapat pahala, amin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aaamiin.
      Ini malah saya ghibahin balik lho, hehe.
      Tapi tujuannya untuk mengambil hikmahnya saja kok ya.

      Hapus
  8. Selalu ada ceita pertama yg mengesankan yaaa
    Pastinya ditunggu nih, cerita gaun2 berikutnyaaa

    BalasHapus
  9. Aiiiih negonya sadis bener
    Pake menjelek-jelekkan pula
    Aku sih gak berani. Duitnya seadaya gimana yawes itu yg dipakee

    Tetap semangat ya mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Begitulah mbak. Dunia ini komplit dengan segala macam karakter penghuninya.

      Hapus
  10. Bikin kesel aja tuh kelakuan buk ungu.
    Tapi ambil hikmah dan pelajarannya seperri kata mbak, tetapi harga di awal dan hati-hati dengan orang-orang berkarakter beda.

    Semoga usahanya makin sukses ya mbak. Aamiin..

    BalasHapus
  11. Jadi ikut sebal juga dengan mbak ungu, tapi memang begitulah kehidupan. Baik di depan belum tentu baik di belakang ya.

    Seperti teman kuli saya, didepan dia baik sama saya, dibelakang jelek jelekin saya sama mandor, hadeh capek deh.😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bersyukur sih iya, dikurangi dosanya.

      Tapi kan dongkol tetep muncul sendiri ya. Hehe ...

      Hapus

Terima kasih sudah berkunjung. Ditunggu tanggapan dan komentarnya ya.